Friday, March 31, 2017

MAHABHARATA 49 bagian 2




_/l\_ ॐ साई राम
MAHABHARATA
49. Jayadrata Harus Ditumpas II
Bagaikan ular kobra raksasa, Mahaguru Drona menyerang Satyaki yang menantangnya dengan berkata, “Engkau brahmana yang meninggalkan kewajibanmu sebagai pendita dan memilih berlaga di medan perang. Engkau membuat Pandawa terpaksa bertempur mati-matian. Engkau membuat Duryodhana semakin sombong. Engkau harus menerima buah perbuatanmu.”
Sungguh sengit pertarungan Satyaki dengan Drona. Pasukan kedua pihak sampai berhenti berperang. Para penonton kagum melihat pertarungan dua senapati sakti itu. Berkali-kali kereta mereka bertumbukan. Panji-panji mereka sudah jatuh. Meskipun masing-masing luka parah, mereka tetap bertempur dengan gagah berani. Setiap anak panah yang dilepaskan Drona selalu berhasil dipatahkan oleh Satyaki dengan menghantam busur Drona. Tidak kurang dari seratus busur Drona telah dipatahkan Satyaki.
Drona berkata dalam hati, “Kesatria ini pantas disejajarkan dengan Sri Rama, Kartawirya, Arjuna, atau Bhisma.” Ia menyerang Satyaki dengan senjata penyembur api. Serangan itu dibalas Satyaki dengan senjata penyembur air.
Akhirnya, betapa pun kuatnya Satyaki, ia lemas dan kehilangan banyak tenaga karena luka-lukanya. Mengetahui itu, Drona bersiap untuk menyerang, seperti seekor kucing hendak menerkam anak burung. Melihat itu, Yudhistira segera memerintahkan para perwira yang ada di dekatnya untuk menyelamatkan Satyaki. Untunglah mereka berhasil.
Baru saja Satyaki berhasil diselamatkan, Yudhistira mendengar bunyi trompet kerang Krishna melengking nyaring. Tetapi, ia tidak mendengar bunyi desing anak panah yang dilepaskan dari Gandiwa Arjuna. Yudhistira cemas, tidak mungkin terompet kerang Krishna dibunyikan tanpa dibarengi ledakan Gandiwa Arjuna. Pasti Arjuna terkena malapetaka, pikir Yudhistira. Pasti Arjuna dikepung musuh. Mungkin malah sudah dibunuh dan Krishna terpaksa mengangkat senjata dan melawan Kaurawa.
Ia memanggil Satyaki dan berkata kepadanya, “Satyaki, engkau sahabat Arjuna yang terdekat. Tak ada yang tak dapat kaulakukan untuk menolong Arjuna. Aku yakin, Arjuna pasti sudah dikepung musuh. Jayadrata adalah kesatria sakti yang didukung berpuluh-puluh kesatria terbaik Kaurawa. Waktu kami hidup dalam pengasingan, Arjuna pernah berkata bahwa tak ada prajurit yang sebaik Satyaki. Pergilah engkau segera, bantulah Arjuna!”
Dalam keadaan masih lemas, Satyaki menjawab, “Wahai Raja yang tak pernah berbuat dosa, aku akan lakukan perintahmu. Apa yang tidak kulakukan demi Arjuna? Nyawaku bagaikan setitik embun dalam samudera, tak ada artinya. Demikianlah pengabdianku kepada Pandawa. Tetapi ijinkan aku mengatakan bahwa Krishna dan Arjuna telah berpesan: sesaat pun aku tidak boleh meninggalkanmu sebelum mereka kembali dari menghabisi Jayadrata. Kata mereka, ‘Waspadalah dalam menjaga Yudhistira. Kami percayakan keselamatannya padamu. Drona berniat menculiknya.’
“Demikian pesan mereka. Sekarang kauperintahkan aku menolong Arjuna. Sesungguhnya kesaktian Arjuna tidak perlu disangsikan. Kekuatan Jayadrata dan para kesatria yang mengelilinginya tidak lebih dari seperenambelas kekuatan Arjuna. Kalau aku pergi, kepada siapa aku dapat mempercayakan keselamatanmu, Dharmaputra? Tak seorang pun di sini yang dapat menahan serangan Drona kalau ia datang menculikmu. Pikirkanlah masak-masak!”
“Satyaki, aku telah pikirkan masak-masak. Pergilah engkau dengan ijinku. Jangan khawatir, di sini ada Bhima, Dristadyumna dan yang lain. Jangan khawatirkan diriku,” kata Yudhistira yang lalu menyuruh orang menyiapkan senjata dan kereta untuk Satyaki.
“Bhimasena, jagalah Dharmaputra. Hati-hatilah engkau,” kata Satyaki kepada Bhima sesaat sebelum ia melecut kudanya menuju ke tempat Arjuna bertempur melawan Jayadrata.
Mengetahui Satyaki pergi, Drona kembali menyerang Yudhistira dengan serangan yang lebih hebat dan pasukan lebih kuat.
Sudah lewat tengah hari, tetapi Arjuna belum juga kembali. Demikian pula Satyaki. Yudhistira cemas dan bingung, lebih-lebih karena pasukan Kaurawa yang dipimpin Drona semakin dekat.
“Bhima, aku makin cemas. Matahari telah condong ke barat, tetapi tidak ada tanda-tanda mereka akan kembali,” kata Yudhistira kepada Bhimasena.
“Aku belum pernah melihat engkau bingung seperti sekarang,” jawab Bhima. “Katakan apa yang harus kulakukan. Jangan biarkan pikiranmu terbenam dalam rasa cemas.”
“Bhimasena, aku khawatir saudaramu telah tewas dibunuh musuh. Bunyi trompet Krishna tanpa dibarengi ledakan Gandiwa Arjuna membuatku bingung. Mungkin Krishna sudah mengangkat senjata, padahal ia telah bersumpah tidak akan mengangkat senjata. Pergilah engkau, bergabunglah dengan mereka dan Satyaki. Lakukan apa yang harus kaulakukan dan kembalilah segera. Jika bertemu mereka dalam keadaaan hidup, mengaumlah seperti singa — auman yang biasa engkau perdengarkan,” perintah Yudhistira kepada Bhimasena.
“Raja yang kuhormati, jangan engkau bingung. Aku akan pergi menuruti perintahmu,” jawab Bhima. Ia menoleh kepada Dristadyumna dan berkata kepadanya, “Panchala, kau tahu secara terperinci niat Drona menangkap Dharmaputra hidup-hidup untuk diserahkan kepada Duryodhana. Tugas kita yang utama adalah menyelamatkan dia. Tetapi aku harus taat pada perintahnya. Aku percayakan dia kepadamu. Jagalah dia baik-baik!”
Dalam perjalanan menuju tempat Arjuna, Bhima harus bertempur melawan pasukan Kaurawa yang dipimpin Drona. Bagaikan seekor singa menerjang gerombolan rusa, Bhima membunuh sebelas putra Maharaja Dritarastra hingga ia berada dekat sekali dengan Drona. Gurunya itu berkata bahwa Bhima tidak bisa lewat begitu saja tanpa lebih dulu mengalahkannya. Drona mengira Bhima akan berbuat seperti Arjuna ketika menerobos pasukan Kaurawa untuk mencapai tempat Jayadrata, yaitu dengan penuh hormat menghindari gurunya.
Tetapi Bhimasena lain. Dengan tegas ia membalas tantangan Drona. Katanya, “Wahai Brahmana, bukan karena ijinmu Arjuna dapat menerobos pasukan Kaurawa. Yang benar, itu terjadi karena engkau memang setengah hati melawan Arjuna. Arjuna selalu sangat menghormatimu. Dengan aku urusannya lain! Dulu engkau memang guruku, sekaligus ayah bagi kami. Tetapi sekarang engkau musuhku. Dulu kami menghormatimu. Tetapi sekarang engkau sendiri telah memutuskan untuk menjadi musuh kami. Baiklah, kau menentukan pilihan dengan sadar. Bagi kami, tidak ada pilihan lain.”
Sambil berkata demikian, Bhima melemparkan gada ke
kereta Drona. Kereta itu hancur! Drona mengganti keretanya dengan yang baru. Tetapi begitu diganti, ia digempur lagi oleh Bhimasena. Delapan kereta Drona diremukkan. Selanjutnya Drona dibantu pasukan Negeri Bhoja, tetapi pasukan itu juga dilumpuhkan Bhimasena. Kesatria Pandawa itu maju sampai ke dekat tempat Arjuna bertarung melawan Jayadrata.
Segera setelah melihat Arjuna, Bhimasena mengaum bagai singa lapar. Suaranya berkumandang di udara. Krishna dan Arjuna mendengar Bhima mengaum, lalu membalas dengan isyarat penuh kegembiraan. Sayup- sayup Dharmaputra mendengar auman Bhima. Maka hilanglah segala kecemasan dan keraguannya. Serta merta ia memanjatkan doa dan mengucapkan mantra demi keselamatan Arjuna.
Bersambung...
Terima kasih Bpk Agung Joni telah memberi ijin share tulisan beliau

No comments:

Post a Comment