Monday, March 27, 2017

MAHABHARATA 47 bagian 3

_/l\_ ॐ साई राम
MAHABHARATA
47. Rencana Penculikan Yudhistira III
Sementara itu, Duryodhana berpendapat bahwa untuk menaklukkan Bhimasena perhatian kesatria itu harus dialihkan ke gelanggang lain. Ia akan memimpin dan mengerahkan pasukan gajah secara besar-besaran. Sewaktu berhadapan dengan Duryodhana, Bhimasena mempertahankan diri dengan gagah. Bhima melemparkan tombaknya yang berujung pisau bulan sabit, tepat mengenai busur dan panji-panji Duryodhana yang langsung rontok ke tanah. Akhirnya Duryodhana dibantu Raja Angga dalam memimpin pasukan gajah.
Bhimasena terus-menerus melontarkan tombak saktinya ke arah Raja Angga. Salah satu tombaknya mengenai gajah yang ditunggangi raja itu, sementara tombak yang lain mengenai tubuhnya. Seketika itu juga, tewaslah Raja Angga bersama gajahnya. Melihat itu, balatentara Kaurawa menjadi bingung. Mereka berlarian ke sana kemari, simpang siur tak tentu arah. Mereka membuat gajah-gajah yang lain panik dan kalang kabut berlarian.Tak sedikit prajurit yang mati terinjak-injak. Bhagadatta, raja Negeri Pragjotisa, mempunyai seekor gajah bernama Supratika yang termashyur di seluruh dunia. Gajah perkasa itu menerjang Bhimasena dan dengan belalainya yang kuat membuat kereta Bhima rusak terlipat-lipat. Sesaat Bhima terpelanting, kereta dan kudanya remuk digilas gajah itu hingga tak berbentuk lagi. Pada waktu jatuh, Bhimasena dapat menguasai diri dan dengan cepat berhasil menyelinap ke bawah binatang itu. Bhima tahu betul bagaimana caranya menghadapi gajah yang sedang mengamuk dan tahu benar bagian-bagian lemah badan seekor gajah. Sambil bergayut pada salah satu kaki gajah itu, Bhima menusuk-nusuk titik-titik lemah di tubuh Supratika hingga gajah itu melengking kesakitan. Dengan belalainya, Supratika mencoba melepaskan Bhima dari kakinya, tetapi parang tajam Bhima menebasnya. Dengan belalai yang tertebas, Supratika semakin ganas mengamuk karena kesakitan. Semua yang ada di dekatnya hancur. Tetapi Bhimasena tetap bergayut pada kakinya dan terus menusuk-nusuk perut gajah itu. Ibarat jengkerik digelitik, gajah itu mengamuk kalang kabut. Ketika Bhimasena tidak muncul-muncul dari bawah tubuh si gajah, anak buahnya berteriak-teriak mengatakan Bhima tewas diinjak-injak Supratika. Yudhistira mendengar teriakan itu, kemudian memberi isyarat kepada Raja Dasarma yang juga menunggang gajah. Dasarma lalu menggempur Bhagadatta. Kedua gajah itu bertarung sengit. Tetapi Supratika memang gajah paling unggul. Ketika mereka sedang seru-serunya berkelahi, Bhima menyelinap keluar dari kaki Supratika. Ia selamat. Satyaki maju menyerang Bhagadatta. Meskipun sudah lanjut usianya, rambutnya sudah putih, dahinya penuh kerutan, alisnya jatuh menutupi mata, punggungnya sudah bungkuk, dan kulitnya sudah kisut, Bhagadatta bertarung dengan perkasa. Setapak pun ia tidak mau mundur. Dengan penuh semangat ia menggempur Pandawa, bagaikan Bhatara Indra yang mengendarai Airawata melawan balatentara raksasa. Satyaki yang menyerang diterjangnya, kereta dan kudanya diterjang gajah Supratika sampai remuk. Bhimasena dan Satyaki yang dapat menyelamatkan diri segera mempersenjatai diri dan bersiap untuk bertarung lagi dengan Bhagadatta. Kesatria tua itu sungguh sangat mengagumkan. Supratika, gajahnya, telah dilatih sejak kecil dan sangat mahir menggunakan belalainya. Supratika menyemburkan cairan beracun dari belalainya. Siapa pun, kuda atau gajah, yang berani mendekatinya pasti mati terkena racunnya.
Seluruh medan Kurukshetra panik karena amukan Supratika. Pasukan Pandawa terpaksa lari menyelamatkan diri. Gajah dan kuda menjadi liar, berlarian ke sana kemari, saling bertumbukan. Medan pertempuan menjadi redup dan keruh, penuh debu beterbangan. Derap langkah kaki-kaki gajah membahana, debu mengepul tinggi ke angkasa. Saat itu Arjuna sedang menghadapi pasukan Susarma yang telah bersumpah, “Arjuna harus mati atau mereka yang hancur.” Melihat kepanikan yang ditimbulkan Bhaga- datta dan gajah Supratika, Arjuna menyuruh sais keretanya untuk memutar haluan dan memacu kereta ke arah Bhagadatta. Kesatria tua dan gajahnya itu sungguh sakti tiada bandingnya dan jika dibiarkan tanpa perlawanan pasti akan menghancurkan semangat Pandawa. Ketika Krishna membelokkan kereta Arjuna, Susarma
dan saudara-saudaranya berteriak-teriak, menyumpahi dan mengatai Arjuna pengecut. Mereka terus berteriak- teriak sambil menyerang Arjuna dari belakang, “Dasar pengecut! Kau bukan kesatria! Kau tak berani menantang sumpah Samsaptaka!”
Mendengar teriakan dan caci-maki mereka, Arjuna menjadi bingung. Apakah akan terus menyerang Bhagadatta yang sedang mengamuk, atau menghadapi sisa-sisa pasukan Trigarta. Tepat ketika Arjuna ragu-ragu dan lengah, Susarma melontarkan dua butir bola besi, satu mengenai Arjuna, satunya mengenai Krishna. Mereka terluka. Untunglah lukanya tidak parah. Segera Arjuna membalas dengan lontaran tiga bola besi. Tiga-tiganya tepat mengenai Susarma. Melihat itu, saudara-saudara dan anak buah
Susarma langsung lari terbirit-birit.
Kesempatan itu digunakan Krishna untuk melarikan keretanya menuju ke tempat Bhagadatta. Kesatria tua itu tak kenal lelah, terus mengamuk bersama gajahnya, Supratika. Arjuna dan Bhagadatta saling menyerang dengan panah. Arjuna berhasil menghancurkan perisai gajah Supratika hingga remuk. Gajah itu jatuh terjerembap, mukanya membentur tanah dengan keras dan kepalanya hancur berkeping-keping. Sebaliknya, tombak Bhagadatta tepat mengenai ketopong Arjuna, membuat ketopong itu terlontar jatuh.
Setelah memusatkan hati dan berdoa sebentar, Arjuna menantang Bhagadatta, “Wahai Bhagadatta, kesatria lanjut usia. Pandanglah dunia ini sekali lagi dan bersiaplah untuk mati!”
Setelah berkata demikian, Arjuna membidikkan bola
besinya, tepat mengenai busur Bhagadatta yang dipegang dengan tangannya. Kemudian, sebuah anak panah dilepaskan Partha, tepat mengenai ikat kepala Bhagadatta yang berwarna merah dan berguna untuk menahan alisnya yang menjuntai agar tidak menutupi matanya. Karena ikat kepalanya jatuh dan alisnya terjurai menutupi matanya, Bhagadatta sulit melihat ke depan. Arjuna tahu benar kelemahan kesatria tua itu. Setelah tak ada lagi senjata di tangannya dan ia sulit melihat ke depan, akhirnya Bhagadatta memecut Arjuna dengan cemetinya yang sakti sambil mengucapkan mantra Waishnawa. Arjuna nyaris tewas kena cemeti itu. Untunglah Krishna berhasil mengelakkan Arjuna dengan mantra Deva Wishnu. Cemeti itu jatuh lemas di pundak Arjuna. Lalu sambil bergurau Krishna mengalungkan cemeti itu ke lehernya, bagaikan kalung bunga melati. Sekarang Arjuna tinggal membunuh Supratika. Ia melepaskan anak panah berbentuk ular, tepat menembus mulut gajah perkasa itu. Sesaat gajah itu tertegak kaku, kemudian jatuh berdebam dengan kaki teracung ke atas. Dalam hati Arjuna kasihan pada Supratika. Tetapi, tak ada jalan lain, jika ingin mengalahkan kesatria tua itu, gajah saktinya harus dibunuh lebih dulu. Sebagai usaha terakhir, Arjuna melemparkan tombak berujung pisau bulan sabit tajam, tepat membelah dada Bhagadatta. Kesatria tua itu roboh dan tewas seketika. Jasadnya berhias kalung kebesaran yang berpendar-pendar disinari matahari senja.
Dengan tewasnya Bhagadatta, pasukan Kaurawa menjadi panik. Sakuni berusaha mengirimkan saudara-sauda- ranya, Wrisna dan Achala, untuk membantu Bhagadatta dengan menyerang Arjuna dari belakang dan dari samping. Tetapi serangan mereka dapat ditangkis dan dibalas oleh Arjuna. Mereka bahkan menemui ajal di tangan kesatria Pandawa itu. Alangkah gagah dan tampannya wajah dua kesatria yang mati muda itu. Keberanian mereka menantang bahaya membuat hati Arjuna menjadi gundah.
Sakuni marah melihat kedua saudaranya gugur serentak. Ia bertekad membalas. Dengan senjata tipuan, diserangnya Arjuna habis-habisan. Tetapi tipu muslihat dalam permainan judi dengan dadu tidak bisa disamakan dengan tipuan senjata perang dalam pertempuran. Arjuna tahu bagaimana caranya menangkis senjata-senjata gaib itu. Tidak sia-sia ia mendaki Gunung Himalaya dan mendapat ilmu untuk menangkal segala macam tipuan sewaktu mengembara dalam pengasingan. Dibalasnya serangan Sakuni dengan senjata-senjata serupa. Akibatnya, ahli siasat dan tipu daya itu lari terbirit-birit. Demikianlah pertempuran hari kedua belas itu berakhir. Rencana Duryodhana dan Drona untuk menculik
Yudhistira dapat digagalkan.
Bersambung....

Terima kasih Bpk Agung Joni telah memberi ijin share tulisan beliau

No comments:

Post a Comment