Friday, March 17, 2017

MAHABRATA 41

_/l\_ ॐ साई राम
MAHABHARATA
41. Perang di Hari Pertama
Genderang ditabuh bertalu-talu, trompet tanduk dan kerang ditiup menderu-deru, suaranya memenuhi angkasa. Gajah-gajah melengking dan kuda-kuda meringkik. Para prajurit bersorak-sorai, suara mereka gemuruh memenuhi angkasa. Perang sudah dimulai!
Di hari pertama, di pihak Kaurawa, Duhsasana mendapat kehormatan untuk memimpin penyerbuan, sementara di pihak Pandawa kehormatan itu diberikan kepada Bhimasena. Gemuruh pertempuran hari itu bagaikan petir menyambar-nyambar. Dari kedua pihak, ratusan anak panah dilepaskan dari busurnya, melesat ke angkasa bagai bintang berekor. Para prajurit darat saling berhadapan: panah-memanah, lempar-melempar, pancung-memancung, saling menebas dengan pedang atau menusuk dengan tombak. Korban berjatuhan di mana-mana. Kereta Bhisma tampak maju sendirian. Dari busur kesatria tua itu anak-anak panah berlesatan bagai semburan api, menyambar dan menewaskan banyak prajurit Pandawa. Melihat itu, Abhimanyu tak bisa menahan diri lagi. Bagaikan angin dipacunya keretanya ke arah Bhisma. Di kereta Abhimanyu terpancang panji-panji berlambang pohon karnikara warna kuning emas. Sambil membiarkan keretanya melaju, Abhimanyu melepaskan panah-panahnya, puluhan jumlahnya, susul-menyusul bagai rantai api, ke arah Bhisma. Kritawarma dan Salya mencoba menolong kesatria tua itu dengan menghadang kesatria muda Abhimanyu. Kritawarma tertusuk tombak Abhimanyu satu kali, Salya lima kali, dan Bhisma sembilan kali. Leher Durmuka, sais kereta Bhisma, ditembus panah Abhimanyu yang setajam pedang. Akibatnya, kepalanya terpenggal dan jatuh terguling-guling di tanah. Satu bidikan Abhimanyu tepat mengenai busur Mahaguru Kripa. Busur itu patah jadi dua.
Gaya bertempur Abhimanyu yang elok dan gagah berani membuat para dewata di kahyangan senang melihatnya. Udara cerah, hujan dewata atau hujan bunga menyiram bumi, angin bertiup menebarkan keharuman yang mewangi. Pasukan Pandawa dan Kaurawa sama-sama mengagumi kemahiran kesatria muda ini dalam bertempur. Mereka berkata, “Dia memang pantas menjadi anak Dhananjaya. Dia pantas menerima puji-pujian!” Tengah hari pertempuran makin memanas. Para kesatria Kaurawa menyerang Abhimanyu. Sedikit pun kesatria muda itu tidak gentar. Bhisma melemparkan semua tombaknya ke arah Abhimanyu yang dengan tangkas mengelak. Dengan tangkas pula ia membidik panji-panji Bhisma yang berlambang pohon kelapa dan lima bintang emas. Tiang panji-panji itu patah, tumbang ke tanah. Melihat itu, Bhimasena berteriak, “Hidup Abhimanyu!”
Mendengar suara Bhima, Krishna membalas dengan
lantang. Suaranya membuat kemenakannya merasa diberi semangat. Bhisma yang sangat mengagumi keberanian kesatria
muda itu, hanya berperang dengan setengah hati. Tetapi, diperintahkannya beberapa prajuritnya mengepung Abhimanyu. Demikianlah, kesatria muda itu dikepung musuh dari berbagai penjuru. Melihat ini, Wirata, Uttara, Dristadyumna, dan Bhimasena segera datang membantunya, menggempur dan mengenyahkan musuh-musuhnya. Uttara datang dengan menunggang gajah. Ia menyerang Salya habis-habisan, hingga kereta dan kuda Salya hancur berantakan. Tetapi, secepat kilat Salya melemparkan lem- bingnya ke arah Uttara. Lembing itu melesat cepat, tepat menembus dada Uttara. Kesatria itu terlempar dari gajahnya dan jatuh terguling-guling di tanah. Pedangnya jatuh terpelanting dan ... Uttara tewas seketika. Gajah tunggangannya langsung mengamuk menyerang Salya. Cepat- cepat Raja Salya naik ke kereta Kritawarma lalu memanah gajah Uttara beberapa kali. Akhirnya, belalai gajah itu putus dan sang gajah rubuh... mati di medan perang bersama tuannya.
Sweta melihat bagaimana Salya membunuh Uttara, saudaranya yang lebih muda. Amarahnya langsung meledak. Ia memacu keretanya sekencang angin, ke arah Salya. Tujuh kesatria dengan kereta masing-masing menyatu menghadapi Sweta. Anak-anak panah menghujani Sweta, tetapi dapat dielakkan dengan tangkas. Dengan memutar- mutar lembingnya, Sweta menangkis serbuan anak panah. Dalam keadaan seperti itu, Duryodhana mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk membantu Salya. Tetapi, Sweta berhasil menembus lautan manusia musuhnya dan terus maju sampai akhirnya berhadapan dengan Bhisma. Panji-panji lambang Bhisma dipatahkan oleh Sweta. Bhisma berhasil membunuh kuda Sweta. Bhisma dan Sweta beradu tombak. Dengan sekuat tenaga, Sweta melemparkan tombaknya ke kereta Bhisma, tepat mengenai sasaran. Kereta Bhisma hancur berantakan. Tepat ketika tombak Sweta mengenai keretanya, Bhisma melompat turun dari keretanya hingga ia selamat. Begitu kakinya menjejak tanah, ia melepaskan anak panah ke arah Sweta. Anak panah itu melesat cepat dan menembus dada Sweta. Seketika itu juga Sweta menemui ajalnya. Duhsasana meniup trompet tanduknya dan menari-nari, merayakan kemenangan Kaurawa!
Bhisma memerintahkan agar disediakan kereta baru. Dengan itu, ia terus melancarkan serangan hebat terhadap pasukan Pandawa.
Di hari pertama, pasukan Pandawa mengalami kekalahan besar. Yudhistira mendapat firasat buruk yang membuatnya cemas. Sementara itu, di pihak lawan Duryodhana bersorak-sorak dengan kegembiraan yang meluap-luap. Menjelang terbenamnya matahari, Pandawa meminta nasihat Krishna. Maka berkatalah Krishna kepada Dharmaputra, “Wahai pemimpin bangsa Bharata, janganlah engkau cemas! Hyang Widhi menganugerahkan saudara- saudara yang perkasa kepadamu. Tak ada gunanya engkau ragu? Satyaki ada di sisi kita, demikian pula Wirata, Drupada, Dristadyumna dan aku sendiri. Lupakah engkau bahwa Srikandi telah menunggu saat untuk membalas dendam pada Bhisma? Janganlah engkau merasa kecil hati. Ini baru hari pertama.” Demikian Krishna menyemangati Dharmaputra dan saudara-saudaranya.
Bersambung...

Terima kasih Bpk Agung Joni telah memberi ijin share tulisan beliau

No comments:

Post a Comment