Wednesday, March 22, 2017

MAHABHARATA 45




_/l\_ ॐ साई राम
MAHABHARATA
45. Kedua Pihak Berusaha Keras untuk Menang I
Pada hari keenam, sesuai perintah Yudhistira, Dristadyumna menyusun balatentara Pandawa dalam formasi makara, yaitu sejenis udang besar yang kepalanya bertanduk. Sementara itu, pasukan Kaurawa diatur dalam formasi krauncha, yaitu sejenis burung bangau raksasa.
Pertempuran hari ke enam ditandai dengan tewasnya lebih banyak prajurit di kedua belah pihak. Hari masih pagi ketika Pandawa membunuh sais kereta Drona. Karena itu, Drona sendiri yang mengemudikan keretanya, sambil terus bertempur dengan garang.
Pagi itu Bhima mengamuk, memporak-porandakan formasi musuh. Untuk kesekian kalinya ia berhadapan dengan Duryodhana.Semula pihak Kaurawa menugaskan Duryodhana untuk menangkap dan membunuh Bhima. Tetapi akhirnya tugas itu diserahkan kepada saudara- saudaranya yang kemudian dengan licik mengeroyok Bhi- masena. Mereka yang menggantikan Duryodhana adalah Duhsasana, Durwishada, Durmata, Jaya, Jayatsena, Wikarna, Chitrasena, Sudarsena, Charuchitra, Suwarma, Dushkarna dan beberapa lagi.Tetapi Bhima tidak takut dan tidak peduli berapa jumlah mereka. Ia terus menerjang ke depan, menggempur siapa pun yang menghalanginya. Seperti biasa, jika sedang marah Bhima sering kehilangan kendali. Dikeroyok begitu, hilanglah kesabarannya.Tiba- tiba ia meloncat turun dari keretanya lalu mengayun- ayunkan gadanya yang erkenal sakti sambil berlari ke arah anak-anak Dritarastra. Ketika Dristadyumna tidak melihat kereta Bhimasena di tengah kerumunan pasukan musuh, ia merasa cemas. Segera ia memacu keretanya ke kerumunan musuh yang mengepung Bhimasena. Dengan nekat dia menerjang pasukan Kaurawa. Sampai di tengah pasukan musuh, ia tidak melihat Bhima tetapi hanya Wisoka, sais kereta Bhima. Wisoka melaporkan bahwa dengan bersenjata gada Bhima bertempur melawan putra-putra Dritarastra dan ia diperintahkan menunggu di kereta.
Mendengar itu, Dristadyumna pun mengarahkan keretanya lebih jauh ke tengah pasukan musuh. Laju keretanya terhalang oleh mayat manusia dan bangkai gajah serta kuda yang bergelimpangan, tapi dengan penuh tekat Dristadyumna terus maju. Akhirnya dia melihat Bhimasena sedang bertarung seru dengan putra-putra Dritarastra. Tubuh kesatria Pandawa itu berlumuran darah, belasan anak panah menancap di sana-sini. Dengan tangkas Dristadyumna mengarahkan keretanya mendekat dan secepat kilat menyambar Bhimasena serta menaikkannya ke dalam keretanya. Dipeluknya kesatria perkasa itu dengan penuh kasih. Darah Bhima pun membasahinya. Segera dia memutar kereta dan melarikan Bhima keluar dari arena pertempuran.
Duryodhana yang mengira Bhimasena dan Dristadyumna sudah tak berdaya lagi segera memerintahkan anak buahnya untuk menyerang mereka. Ratusan pasukan Kaurawa menghadang laju kereta Dristadyumna. Kesatria itu lalu mengeluarkan senjata gaib yang diperolehnya dari Mahaguru Drona ketika ia berguru kepadanya. Dengan senjata itu ia menghancurkan musuhnya. Tak terbilang jumlah prajurit Kaurawa yang tewas, berguguran bagai daun-daun di musim rontok. Melihat itu, Duryodhana segera masuk ke kancah pertempuran dan berusaha melawan senjata gaib itu. Dikeroyok seperti itu, Bhimasena dan Dristadyumna hanya bisa mempertahankan diri.
Dharmaputra yang melihat keadaan itu dari kejauhan segera mengirimkan bantuan sebanyak dua belas pasukan bersenjata lengkap yang dipimpin Abhimanyu. Mendapat bantuan itu, Bhimasena merasa lega. Belum sempat Pandawa menekan musuhnya, Drona datang dan menggempur pasukan Pandawa dengan hebat. Sais kereta Dristadyumna tewas seketika terkena panah Drona. Dristadyumna terpaksa melompat ke kereta Abhi- manyu dan Bhimasena melompat ke kereta Kekaya.
Dalam pertempuran di hari keenam Bhimasena langsung berhadapan dengan Duryodhana. Kedua orang yang bermusuhan itu saling mencaci dan memaki, sambil berperang menggunakan senjata andalan masing-masing.
Malang bagi Duryodhana, dalam pertarungan sengit itu
ia terkena hantaman gada Bhimasena dan seketika itu jatuh pingsan. Secepat kilat Kripa menyambar Putra Mahkota Kaurawa untuk dilarikan ke tempat aman dan diselamatkan. Kemudian Bhisma datang dan menggempur pasukan Pandawa hingga berantakan.
Demikianlah, pertempuran tetap berlangsung sengit meskipun matahari sudah terbenam. Tak terhitung banyaknya korban yang berjatuhan di kedua pihak. Kira-kira dua jam setelah matahari terbenam barulah pertempuran itu berhenti. Pandawa lega melihat Bhima dan Dristadyumna kembali ke perkemahan mereka dengan selamat, walaupun sekujur tubuh Bhima penuh luka.
***
Setelah siuman, dengan luka di sekujur badannya, Duryodhana pergi ke kemah Bhisma. Lalu, seperti biasanya ia marah-marah. Katanya, “Perang ini makin hari makin memburuk. Pihak kita selalu kalah. Tak terhitung prajurit kita yang tewas. Rupanya engkau hanya menonton, tanpa berbuat apa-apa.”
Dengan sabar Bhisma membesarkan hati Duryodhana.
Katanya, “Wahai Putra Mahkota, jangan biarkan hatimu risau begitu. Kami semua, Drona, Kritawarma, Salya, Wikarna, Aswatthama, Bhagadatta, Sakuni, dua bersau- dara dari Negeri Awanti, Raja Trigarta, Maharaja Magada dan Mahaguru Kripa... semua berpihak padamu. Semua kesatria besar itu rela mengorbankan jiwa mereka demi kemenangan Kaurawa. Jangan berkecil hati. Hilangkan pikiran yang melemahkan jiwamu.
“Lihatlah! Beribu-ribu kereta, pasukan berkuda, pasukan gajah dan pasukan berjalan kaki datang dari berbagai negeri dan kerajaan, siap bertempur di pihakmu. Dengan balatentara luar biasa besar itu, engkau pasti bisa menaklukkan musuh-musuhmu, bahkan dewa-dewa di kahyangan sekalipun! Jangan gentar! Maju terus!” demikianlah nasihat Bhisma kepada Duryodhana yang sedang putus asa.
Bersambung...
Terima kasih Bpk Agung Joni telah memberi ijin share tulisan beliau

No comments:

Post a Comment