Tuesday, February 7, 2017

MAHABARATA 7



_/l\_ ॐ साई राम
MAHABHARATA
7. Amba, Ambika, dan Ambalika

Chitranggada, putra Satyawati, tewas dalam pertempuran melawan gandarwa. Karena ia tewas dalam peperangan tanpa memiliki anak, maka Wichitrawirya, adiknya, dinobatkan menjadi raja menggantikannya. Tetapi, karena waktu naik takhta dia belum dewasa, tampuk pemerin- tahan untuk sementara dipegang oleh kakaknya dari lain ibu, yaitu Dewabrata alias Bhisma, sampai dia dewasa. Ketika Wichitrawirya telah cukup dewasa untuk meni- kah, Bhisma mencarikan calon istri yang pantas bagi adiknya itu. Ia mendengar bahwa tiga putri Raja Kasi akan memilih calon suami menurut adat-istiadat kaum bang- sawan, yaitu dengan mengadakan sayembara. Bhisma me- mutuskan mengikuti sayembara itu agar bisa memboyong putri-putri Raja Kasi untuk adiknya.
Pada hari sayembara, di alun-alun Kerajaan Kasi ber- kumpul putra-putra mahkota dari Kerajaan Kosala, Wangsa, Pundra, Kalingga dan lain-lain. Mereka semua berminat mempersunting putri-putri Raja Kasi yang sangat terkenal kecantikan dan keanggunannya. Karena ada tiga putri yang diperebutkan, sayembara itu diselenggarakan secara besar-besaran. Meskipun datang dengan semangat tinggi, banyak juga putra mahkota yang merasa cemas, takut menanggung malu jika gagal memenangkan sayem- bara; lebih-lebih ketika melihat Bhisma hadir di antara mereka. Bhisma terkenal sakti dan mahir menggunakan segala macam senjata perang. Kecuali itu, karena kesetiaan dan keteguhan hatinya, semua orang segan padanya. Semula para putra mahkota menyangka Bhisma datang hanya untuk menyaksikan jalannya sayembara karena pangeran itu telah bersumpah takkan pernah menikah. Tetapi, ketika mengetahui bahwa Bhisma mengikuti sayembara, sangatlah kecut hati mereka. Tak ada yang menyangka bahwa Bhisma datang untuk maksud yang sama. Dan tak seorang pun tahu bahwa ia datang demi saudaranya yang lebih muda, Wichitrawirya. Para putra mahkota itu berbisik-bisik, membicarakan Bhisma. Seseorang berkata, “Dia memang keturunan Bharata yang sakti dan bijaksana. Sayang sekali, ia lupa diri. Tak sadar bahwa sudah tua dan lupa akan sumpahnya untuk hidup sebagai brahmacarin yang seumur hidup tidak akan kawin. Untuk apa dia ikut sayembara ini? Dasar pangeran tak tahu malu!”
Putri-putri Kasi yang hendak memilih calon suami mereka sama sekali tak menghiraukan kehadiran Bhisma. Mereka menganggapnya pemuda tua yang tidak menarik. Mereka berbisik-bisik mengolok-olok jagoan tua itu sambil membuang muka, tak mau memandangnya. Bhisma, yang merasa diejek dan dipermainkan, menjadi berang. Ditantangnya semua putra mahkota untuk berpe- rang-tanding dengannya. Tak ada yang berani menolak meskipun sadar semua takkan mampu mengalahkan kesatria tua itu. Tak ada yang mau dipermalukan di depan putri-putri jelita idaman mereka. Satu per satu mereka berperang-tanding melawan Bhisma. Semua kalah. Segera setelah mengalahkan semua putra mahkota, Bhisma menyambar ketiga putri jelita itu dan melarikan mereka dengan keretanya yang termasyhur. Begitu kencang laju kereta itu hingga seakan-akan mereka terbang meninggalkan gelanggang sayembara, menuju Hastinapura. Belum lagi jauh dari arena sayembara Kera- jaan Kasi, mereka dihadang Raja Salwa dari Kerajaan Saubala. Raja itu menantang Bhisma untuk bertarung. Sebenarnya, Raja Salwa sudah menjalin kasih dengan Amba dan Amba yang jelita telah memilih Salwa sebagai calon suaminya. Setelah perkelahian sengit, Salwa takluk. Menyerah. Bhisma mengangkat senjata, hendak membu- nuh, tetapi dicegah oleh Amba. Karena permintaan putri itu, Bhisma urung membunuh Salwa. Setibanya di Hastinapura, Bhisma segera mempersiapkan pernikahan Wichitrawirya. Ketika tamu-tamu mulai berdatangan, Amba berkata kepada Bhisma dengan nada mencemooh, “Wahai putra Dewi Gangga yang masyhur, Tuan pasti tahu yang terkandung dalam kitab-kitab suci yang kita hormati dan muliakan. Seharusnya Tuan juga tahu bahwa aku telah memilih Salwa, Raja Kerajaan Saubala, untuk menjadi suamiku. Tuan memaksa diriku menerima pernikahan ini. Bila Tuan mengerti akan hal ini, bertindaklah sesuai dengan ajaran kitab suci.”
Sementara pernikahan Ambika dan Ambalika, adik-adik Amba, dengan Wichitrawirya berlangsung dengan baik dan penuh kebesaran, Bhisma mengantarkan Amba kepada Raja Salwa. Hal itu dilakukan Bhisma karena memahami maksud putri itu dan demi menaati apa yang tertulis dalam kitab suci. Diiringkan sejumlah pengawal kehormatan yang pantas, diantarkannya Amba ke istana Kerajaan Saubala. Sampai di sana, Bhisma menghadap Raja Salwa dan menyerahkan Amba kepadanya. Segera sesudah itu, pangeran tua itu kembali ke Hastinapura. Dengan perasaan gembira dan mesra, Amba menceritakan semua yang telah terjadi kepada Raja Salwa. Setelah itu ia berkata, “Sejak semula hamba telah tetapkan hati untuk mengabdikan diri, lahir dan batin kepada Tuanku. Pangeran Bhisma menerima penolakan hamba dan meng- antarkan hamba ke hadapan Tuanku. Jadikanlah hamba permaisuri Tuanku menurut ajaran kitab-kitab suci sastra.”
Maharaja Salwa menjawab, “Bhisma telah menaklukkan aku dan telah melarikan engkau di depan umum. Akumerasa sangat terhina. Karena itu, aku tidak bisa mene- rima engkau menjadi istriku. Sebaiknya engkau kembali kepada Bhisma dan lakukan apa yang ia perintahkan.”
Setelah berkata demikian, Raja memanggil beberapa pengawal dan memerintahkan mereka untuk mengawal Amba kembali kepada Bhisma.
Bersambung....

No comments:

Post a Comment