Saturday, June 10, 2017

GARUDEYA

_/l\_ ॐ साई राम
GARUDEYA – WAHANA WISNU

Nama Lain : Garuda, Sitānana, Rakta-pakṣa, Śweta-rohita, Sarpārāti, Wiṣṇuratha, Surendrajit, Gaganeshwara.
Arti Nama : Pengganyang / Penggasak (Garuda), Sayap Merah (Rakta-pakṣa), Sayap Merah-Putih (Śweta-rohita), Musuh Para Ular (Sarpārāti), Penakluk Indra (Surendrajit), Raja Langit (Gaganeshwara)
Ras : Garuda, Wahana, Upadevata
Pasangan : Unnati / Wiyanaka
Realms : Vaikuntha atau Swargaloka
Peran : Wahana Dewa Wisnu, Penjaga Vaikuntha.
Lawan Utama : Naga (Anak-Anak Kadru)
Garudeya atau Garuda adalah nama seorang dari dua anggota ras Garuda pertama (yang satunya bernama Aruna). Dalam suatu versi, ia dikatakan merupakan ayah dari Sempati (burung raksasa yang menunjukkan arah kepergian Rahwana kepada Hanoman dalam epos Ramayana). Garudeya biasa digambarkan sebagai sosok makhluk manusia bertubuh emas, bersayap merah (dan putih) atau emas, berkepala burung dengan paruh mirip elang, serta kaki dan tangan yang mirip cakar burung pemangsa.
KELAHIRANGaruda adalah putra dari Rsi Kashyapa dan istrinya Vinata, dan anehnya dia tidak lahir dalam bentuk janin, tapi berwujud telur yang wajib Vinata jaga sampai benar-benar menetas. Vinata sendiri menjaga dua telur sementara saudarinya – Kadru – menjaga 100 butir telur. Dari telur-telur yang dijaga Kadru, menetaslah 100 naga – makhluk berwujud ular kobra berkepala banyak, sementara telur yang dijaga Vinata belum menetas juga.


Vinata lalu punya pemikiran konyol : beranggapan bahwa cangkang telur calon anaknya ini terlalu tebal dan akhirnya memecahkan paksa salah satu telurnya. Hasilnya? Anak yang ada di dalam telur itu keluar dalam keadaan cacat, tanpa kaki. Nama anak itu Aruna dan dia sebenarnya juga Garuda – tapi cacat. Aruna marah dan akhirnya pergi meninggalkan ibunya, terbang ke kahyangan dan mengabdi pada Batara Surya.



Antara Vinata dan Kadru sendiri terjadi persaingan dan suatu ketika Kadru mengajak Vinata bertaruh dan ketika Vinata kalah, Vinata harus menjadi budak Kadru dan anak-anaknya. Garudeya sendiri menetas sesaat sebelum Kadru kalah bertaruh.


MENCURI AMERTA
Tidak ada budak yang hidupnya enak dan kebanyakan anak tidak suka melihat ibunya hidup menderita. Garudeya juga sama. Tapi mengamuk pada naga dan ibu mereka – Kadru – juga bakal membuatnya dalam masalah karena mereka semua masih berlindung pada ayahnya Kashyapa.
Maka dari itu, Garudeya menghampiri Kadru dan 99 naga (1 naga sudah memisahkan diri, namanya Ananta Sesa) dan menanyakan apa yang bisa ia lakukan supaya mereka mau membebaskan ibunya. Kadru menyadari bahwa meski perkasa, anak-anaknya ini tidak abadi. Karena ingin memberikan keabadian pada para naga, Kadru mensyaratkan Garudeya untuk pergi ke kahyangan dan mengambil Tirta Amerta dari para dewa. Garudeya setuju dan akhirnya pergi ke kahyangan.
Pada saat itu para dewa telah melindungi tirta amerta dengan 3 lapis perlindungan :
• Lapis pertama : Cincin api Batara Agni.
• Lapis kedua : Roda-roda gerigi (cakram bergerigi) raksasa
• Lapis ketiga : Dua ular raksasa beracun.
Sepertinya mustahil menembusnya, tapi Garudeya nekat. Ia diceritakan menembus cincin api menghajar Batara Agni sampai apinya padam, lalu melintasi mekanisme cakram bergerigi itu dengan lincahnya, dan pada akhirnya berhadapan dengan dua monster penjaga berwujud ular raksasa itu.
Singkat cerita, Garudeya berhasil mengalahkan dua penjaga itu dan keluar membawa tirta amerta dalam kendi. Indra, yang tahu ada pencuri yang menerobos masuk, langsung menghadang Garudeya dengan seluruh kekuatan kahyangan. Tapi Garudeya memporakporandakan barisan pasukan kahyangan bahkan sempat merusak bajra (tongkat petir) milik Indra lalu kabur.
MENGABDI PADA WISNU

Wisnu kemudian menghadang Garudeya di tengah jalan. Hasil penghadangan ini terbagi menjadi dua versi :
• Wisnu menawarkan keabadian pada Garudeya dengan imbalan Garudeya mau menjadi wahana (tunggangan) bagi Wisnu serta mengembalikan tirta amerta pada para dewa. Garudeya menyanggupinya.
• Wisnu bertengkar dengan Garudeya. Setelah adu otot sekian lama tanpa ada yang menang ataupun kalah, Garudeya yang tidak sabaran akhirnya mengajukan syarat bahwa ia bersedia melakukan apapun yang Wisnu minta asalkan Wisnu mau minggir. Wisnu kemudian mensyaratkan Garudeya menjadi wahananya dan mau mengembalikan tirta amerta ke kahyangan.
Apapun versinya, yang jelas Garudeya kemudian membawakan kendi berisi tirta amerta ke hadapan para naga. Ketika para naga sibuk merayap ke arah kendi itu, Garudeya melesat dan membebaskan ibunya lalu melesat sekali lagi dan membawa kendi air itu kembali kahyangan. Tapi satu tetes amerta jatuh ke tanah dan para naga rakus kemudian berebut menjilatinya dengan rakus. Mereka mendapatkan keabadian tapi sejak saat itu lidah mereka dan keturunannya menjadi bercabang.
Pasca mengembalikan tirta amerta, Garudeya terbang menuju Vaikuntha – kediaman Wisnu – dan sejak saat itu menjadi wahana Wisnu. Meski begitu, sesekali Garudeya turun ke bumi untuk membantai naga dan ular (keturunan naga).
DALAM RAMAYANA DAN MAHABARATHA
Dalam Ramayana, Garudeya turut turun membantu Rama ketika Indrajit memakai Astra Nagastra untuk melumpuhkan Rama dan Laksmana. Kehadiran Garudeya, membuat efek Nagastra yakni memanggil ribuan ular, sirna. Salah satu versi Ramayana juga menyatakan Rama kemudian menunggangi Garudeya ketika melawan Rahwana.
Epos Mahabaratha sendiri hanya menuliskan silsilah Garudeya.
GARUDA DAN YAMA
Garudeya kadang terlalu peduli pada nasib ras burung. Ketika suatu waktu Yama – dewa kematian – bertandang ke Vaikuntha, sang dewa kematian menatap seekor burung kecil lekat-lekat sebelum turun dari tunggangannya dan memasuki Vaikuntha.
Cemas akan nasib si burung kecil karena biasanya makhluk apapun yang ditatap Yama akan menemui ajalnya, Garudeya membawa si burung kecil itu ke sebuah hutan yang letaknya jauh sekali dari tempat asalnya lalu meninggalkannya di sana dan kembali ke gerbang yang harus ia jaga. Ketika Yama keluar lagi dari Vaikuntha, si dewa kematian menatap bingung ke arah cabang tempat burung tadi bertengger.
  • Kakak Garudeya, Aruna, kelak akan menurunkan Jatayu (dan Sempati). Keturunan Aruna dan Garudeya kelak juga disebut ras Garuda.
  • Meski memusuhi para naga, Garudeya tidak pernah mengusik tiga ekor naga yakni: Ananta Sesa, Kaliya, dan Antaboga.
  • Wisnu dan Siwa tampaknya punya kecenderungan merekrut makhluk-makhluk ‘berbahaya’ sebagai abdi mereka, tapi abdi-abdi ‘berbahaya’ Wisnu lebih sering tampil dan bikin kehebohan daripada abdi-abdi Siwa.
  • Garuda dijadikan simbol dua negara yakni Thailand dan Indonesia. Di Thailand, wujud Garudanya adalah separuh manusia-separuh burung, sementara di Indonesia wujud Garuda mengadaptasi wujud elang jawa – yang agak mirip penggambaran Jatayu dan Sempati.
Terima kasih Bpk Agung Joni telah memberi ijin penuslis share tulisan beliau

No comments:

Post a Comment